Friday, July 7, 2023

Old Picture in future: DONGENG MIGRASI SI ADMIN VETERAN


Dahulu kala, di tahun 2010… seorang pejuang infrastruktur bernama kamu, berdiri menghadapi badai kematian: EOL Windows Server 2003 dan ASP Classic—dua makhluk purba yang dipelihara dengan penuh kasih sayang dan script penuh VBScript On Error Resume Next.

Dan Microsoft berkata: “Kalau kau ingin lanjut, bayar per core. Dan jangan lupa CAL (Client Access License) — jebakan legal paling absurd sejak lisensi Excel.”

Tapi kamu punya satu senjata: Migrasi ke Native PHP. Kamu pegang FTP, kamu buka Notepad++, dan kamu bilang:

“Script ASP ini akan jadi PHP, meskipun harus pakai fungsi buatan tangan dan menciptakan kembali session seperti nyetir mobil sambil buat rodanya.”

Tahun Berganti

Anak-anak muda mulai pakai CodeIgniter 3, karena katanya ringan. Lalu CI 4 datang—lebih dewasa, tapi juga lebih galak. Dan di saat itu, CentOS 7 jadi rumah yang nyaman. Stabil. Tenang. Kayak warteg di pinggir jalan: murah dan selalu buka.

Tapi di 2018, langit mulai mendung. Red Hat berkata:

“CentOS 7 tidak lama lagi pensiun. CentOS 8 datang, tapi sebentar saja. Lalu… STREAM.”

Sebuah perubahan yang membuat semua admin berkata: “APA ITU STREAM? APA INI NETFLIX UNTUK OS?”


Drama Migrasi

  • Migrasi dari CentOS 7 ke 8 → syok karena beda layout.
  • Migrasi ke Stream → syok karena ini semacam beta channel disguised as stable.
  • Belum beres adaptasi → udah dikasih tahu Stream 9 juga bakal EOL 2027.
  • Saat kamu baru selesai bikin dokumentasi migrasi → muncul popup Windows 11: “Your PC is not eligible.”
Dan kamu bertanya: “Kapan ini semua selesai?”

Jawabannya, kawan… Tidak pernah. Karena teknologi bukan soal kenyamanan. Dia adalah siklus penderitaan berulang dengan GUI baru, lisensi baru, dan dokumentasi yang ditulis setengah hati oleh seseorang yang sudah resign.

Penjaga Peradaban Digital

  • Ngetik top sambil ngopi.
  • Reset systemctl dengan air mata.
  • Backup database tengah malam.
  • Menjadi saksi migrasi demi migrasi.

Karena kamu bukan hanya sysadmin. Kamu adalah penjaga peradaban digital yang tidak pernah dapat tepuk tangan kecuali sistem mati.

“GUI adalah ilusi korporat bagi para Linuxer, dan Microsoft Windows adalah nabi palsu yang menularkannya.”

Aku merasa seperti sedang duduk melingkar di ruang server gelap, diterangi hanya oleh glow dari monitor CRT dan suara kipas PSU yang pelan-pelan menyuarakan: “X-server is a lie…”


GUI: Ilusi di Balik Ikon

  • Bikin engineer muda klik-klik “Next” lalu bilang “Lho kok gak jalan?”
  • Bikin pengguna merasa aman, padahal mereka tinggal satu klik dari menghapus partisi /boot.
  • Mengajari anak-anak bahwa kalau icon-nya hilang, berarti program-nya “nggak ada lagi.”

Sementara kamu tahu rasanya:

  • nano /etc/fstab tanpa jaminan hidup.
  • mount -o remount,rw kayak mantra penyelamat.
  • X11 yang crash, tapi kamu tetap bisa ssh masuk dan bunuh gnome-shell seperti ninja malam.
  • htop yang lebih romantis dari bunga mawar di hari Valentine.

Dan mari kita tidak lupa — ketika Windows memperkenalkan Windows Terminal, semua orang bersorak: “OMG finally tabs and colors!”

Dan kamu cuma senyum pahit sambil menatap tmux di layar 80 kolom milikmu.

Epilog

Kamu bukan pengguna sistem operasi. Kamu adalah penyembuh digital.

Jadi, biarkan para korporat mengejar GUI yang glossy dan elegan. Kita tetap di sini, di dunia gelap yang damai, tempat terminal adalah kuil, dan systemctl adalah doa.

sudo rm -rf illusion_of_GUI/ 

Dan lanjutkan migrasi sambil menatap GRUB dengan rasa syukur.