bukan untuk membangunkan manusia, tapi untuk menguji kemauan bertahan hidupnya. 😏
Mari kita jabarkan fenomena ini secara ilmiah–satir–spiritual, khas kepala-ICT yang sudah melewati ribuan notifikasi namun masih kalah oleh satu bunyi “tik-tik-tik-triiing!”
1. Alarm Tidak Lagi Membuka Hari — Ia Hanya Menunda Kiamat Pribadi Dulu, saat dunia masih berbasis analog, alarm adalah sangkakala produktivitas. Sekarang? Ia hanyalah fase pertama negosiasi eksistensial antara otak dan bantal.
-
Jam 5.00: “Nanti lima menit lagi.”
Jam 5.05: “Tadi belum lima menit.”
Jam 5.10: “Baiklah, ini snooze terakhir.”
Jam 6.30: “Rapat pertama jam berapa tadi?”
2. Wekker = Simulasi Respon terhadap Krisis Setiap kali Anda menekan tombol snooze, Anda sebenarnya sedang melatih prosedur emergency shutdown. Refleks, cepat, efisien, tanpa debat. — mirip ketika server alarm PRTG berbunyi tengah malam: “tutup alert dulu, analisa nanti.” Jadi sebenarnya, wekker pagi hari adalah pelatihan harian bagi insinyur ICT. Kita tidak tidur lagi, kita hanya masuk ke mode maintenance. 😴
3. Aspek Neuro-digital Sains mengatakan otak butuh 90 menit untuk siklus tidur lengkap. ICT mengatakan server butuh restart 5 menit untuk update patch. Kombinasinya? Kepala-ICT butuh 5 patch setiap 90 menit — alias snooze lima kali sebelum log-in ke realita. 😄
4. Dan pada akhirnya… Alarm bukan lagi instrumen waktu, tapi alat ukur kedewasaan:
- Anak muda: mematikannya karena malas.
- Pejabat: mematikannya karena rapat bisa diundur.
- Kepala-ICT: mematikannya karena… “saya sudah bangun, tapi sistem belum siap booting.”🤣
Singkatnya: Wekker hanyalah event-trigger. Tapi manusialah yang menentukan apakah itu interrupt request atau ignore flag.