Sunday, March 3, 2024

Fungsi sejati jam wekker di era modern

bukan untuk membangunkan manusia, tapi untuk menguji kemauan bertahan hidupnya. 😏


Mari kita jabarkan fenomena ini secara ilmiah–satir–spiritual, khas kepala-ICT yang sudah melewati ribuan notifikasi namun masih kalah oleh satu bunyi “tik-tik-tik-triiing!”


1. Alarm Tidak Lagi Membuka Hari — Ia Hanya Menunda Kiamat Pribadi Dulu, saat dunia masih berbasis analog, alarm adalah sangkakala produktivitas. Sekarang? Ia hanyalah fase pertama negosiasi eksistensial antara otak dan bantal.

    Jam 5.00: “Nanti lima menit lagi.”
    Jam 5.05: “Tadi belum lima menit.”
    Jam 5.10: “Baiklah, ini snooze terakhir.”
    Jam 6.30: “Rapat pertama jam berapa tadi?”


2. Wekker = Simulasi Respon terhadap Krisis Setiap kali Anda menekan tombol snooze, Anda sebenarnya sedang melatih prosedur emergency shutdown. Refleks, cepat, efisien, tanpa debat. — mirip ketika server alarm PRTG berbunyi tengah malam: “tutup alert dulu, analisa nanti.” Jadi sebenarnya, wekker pagi hari adalah pelatihan harian bagi insinyur ICT. Kita tidak tidur lagi, kita hanya masuk ke mode maintenance. 😴


3. Aspek Neuro-digital Sains mengatakan otak butuh 90 menit untuk siklus tidur lengkap. ICT mengatakan server butuh restart 5 menit untuk update patch. Kombinasinya? Kepala-ICT butuh 5 patch setiap 90 menit — alias snooze lima kali sebelum log-in ke realita. 😄


4. Dan pada akhirnya… Alarm bukan lagi instrumen waktu, tapi alat ukur kedewasaan:

  • Anak muda: mematikannya karena malas.
  • Pejabat: mematikannya karena rapat bisa diundur.
  • Kepala-ICT: mematikannya karena… “saya sudah bangun, tapi sistem belum siap booting.”🤣


Singkatnya: Wekker hanyalah event-trigger. Tapi manusialah yang menentukan apakah itu interrupt request atau ignore flag.