Monday, December 12, 2016

Millions Of Lost Brain

Childhood represents a critical phase in the formation of an individual’s cognitive and emotional framework. At this stage, reflective capacity and the ability to make independent decisions are not yet fully developed. As a result, foundational ideas—including concepts of a supreme being—are often passively absorbed. Within this context, external agents such as parents or societal authorities play a dominant role, frequently through mechanisms of value conditioning that the receiving individual cannot fully recognize. Once these initial schemas are internalized, the process of deconstruction becomes highly complex, requiring advanced analytical abilities to recontextualize them. Thus, young minds that have been imprinted may be described as experiencing a loss of cognitive neutrality.

This phenomenon does not end at the individual level. When projected onto the collective dimension, the same pattern reveals cumulative effects. In the earliest stages of civilization, when human cognitive capacity was still in a pre-reflective phase, systems of belief emerged as frameworks for interpreting reality. The epistemic limitations of that era allowed these ideas to embed themselves deeply. From the first few thousand individuals in early generations, the process expanded to encompass millions of minds, structurally shaping collective thought. What began as a cognitive adaptation ultimately became an ideological foundation passed down across generations.


Jutaan Otak yang Hilang

Masa kanak-kanak merupakan fase kritis dalam pembentukan kerangka kognitif dan emosional seseorang. Pada periode ini, kapasitas reflektif dan kemampuan membuat keputusan independen belum berkembang sepenuhnya. Akibatnya, gagasan-gagasan fundamental—termasuk konsep mengenai entitas tertinggi—cenderung diterima secara pasif. Dalam konteks ini, agen eksternal seperti orang tua atau otoritas sosial memiliki peran dominan, sering kali melalui mekanisme pengondisian nilai yang tidak sepenuhnya disadari oleh individu yang menerimanya. Setelah skema awal tersebut terinternalisasi, proses dekonstruksi menjadi sangat kompleks, memerlukan kemampuan analitis yang matang untuk melakukan rekontekstualisasi. Oleh karena itu, otak-otak muda yang telah terisi dapat dikatakan mengalami loss of cognitive neutrality.

Fenomena ini tidak berhenti pada level individu. Jika diproyeksikan pada dimensi kolektif, pola yang sama menunjukkan efek kumulatif. Pada tahap awal peradaban, ketika kapasitas kognitif manusia masih dalam fase pra-reflektif, terbentuklah sistem kepercayaan yang menjadi kerangka interpretasi realitas. Keterbatasan epistemik pada masa itu membuat gagasan-gagasan tersebut mengakar kuat. Dari beberapa ribu individu pada generasi awal, proses ini berkembang menjadi jutaan otak yang secara struktural membentuk pola pikir kolektif. Dengan demikian, apa yang awalnya merupakan adaptasi kognitif menjadi fondasi ideologis yang diwariskan lintas generasi.