Monday, March 3, 2003

Syair RAM 640KB: Litani dari Era Kekurangan RAM

Di zaman ketika komputer hanya mengenal batas 640KB, kita hidup dalam keterbatasan yang aneh tapi penuh kreativitas. Setiap byte terasa suci, setiap kilobyte adalah kemenangan. Tak ada ruang untuk berfoya-foya dengan RAM—semua program harus taat pada hukum besi memori konvensional.

Kita belajar menulis kode dengan hati-hati, merapikan array, mengoptimalkan loop, menutup file dengan benar. Sedikit saja salah hitung pointer, layar pun membeku, dan jiwa programmer seketika ikut beku. Namun dari situlah lahir ketekunan: kita belajar bahwa efisiensi bukan pilihan, melainkan keharusan.

“Oh 640KB, batasmu sempit tapi mendidik. Dari engkau kami belajar merangkai logika, dan dari engkau pula kami memahami seni menahan diri.”

Hari ini, di era RAM gigabyte melimpah, kita sering lupa akan syair itu. Aplikasi boros, sistem operasi rakus, dan pengguna hanya mengangguk-angguk sambil upgrade laptop. Ironisnya, kita semakin merasa kekurangan, padahal ruang memori seribu kali lebih luas.

Maka biarlah kita kenang: bahwa dalam 640KB pernah ada sebuah litani diam-diam, syair yang dinyanyikan oleh para pionir ICT. Syair yang mengingatkan kita bahwa kekurangan bisa menjadi guru, dan batas bisa menjadi sahabat.

Amen, wahai RAM abadi.