Friday, December 31, 1999

Starcraft: The Family Alliance — One House, Three Races, Zero Mercy

Tagline: “Behind every coaxial cable, there’s a massacre waiting to happen.”

Akhir 1990-an adalah masa ketika Real-Time Strategy bukan sekadar genre, melainkan ritus keluarga. Di sebuah rumah kecil, tiga komputer—Pentium 1, 486DX4, dan 486DX3—terhubung oleh kabel LAN BNC yang rapuh namun setia, ditutup terminator T di kedua ujungnya, dan sesekali menimbulkan disconnect jika ada yang tak sengaja menyenggol konektor. Satu modem Fargo Maestro menjadi gerbang ke Battle.net, membiarkan kami menunggu pemain asing yang tidak pernah tahu bahwa di sisi lain layar, tiga ras di bawah satu atap telah bersekutu.

Tahun 1999 menandai babak paling berisik dalam sejarah warnet rumahan kami: kipas casing menderu, nada sambung dial-up melengking, dan teriakan kecil kemenangan pecah tiap kali lawan tersapu siege tank atau badai psi. Di rumah kami, aliansi itu nyaris curang, tapi sungguh indah—Terran, Protoss, dan Zerg berjalan bukan sebagai musuh alamiah, melainkan sebentuk koalisi keluarga yang tak tertulis.

Arsitektur Aliansi: Tiga Ras, Satu Rumah

  • Terran — Ayah: disiplin, bertahan rapi di choke point dengan bunker, siege tank, SCV yang tak lelah memperbaiki, dan turret secukupnya. Old-school military logic yang selalu relevan.
  • Protoss — Anak: elegan dan presisi. Arbiter recall di saat genting, Psionic Storm ketika musuh menumpuk, serta tekad untuk mengakhiri permainan dengan high tech finish.
  • Zerg — Kakak: agresif, lincah, dan penuh gelora. Zergling rush adalah salam pembuka, Hydralisk dan Mutalisk jadi paduan tempo sedang, sementara Ultralisk menjadi penutup tebal.

Ritual Malam: “Nuclear Launch Detected”

Ada kalimat yang membuat kami refleks menatap layar: “Nuclear launch detected.” Itu bisa berarti keberanian, bisa juga sekadar keisengan. Namun bagi kami, itu adalah gong penanda babak klimaks. Seorang lawan yang baru masuk lobi jarang menyadari bahwa peta yang ia pilih sedang menunggu koalisi rumah tangga. Saat ia fast expand, pertahanannya disapu siege dari belakang bunker, dilunakkan badai psi, lalu disemprot oleh kawanan Zerg yang tak berkesudahan.

Teknologi Sederhana, Strategi Tak Tergantikan

  • LAN BNC dengan T-connector dan terminator: sederhana, rapuh, tetapi menjadi nadi koordinasi tiga pikiran.
  • Dial-up gateway dari modem tunggal: satu pintu ke Battle.net, satu sumber lag spike yang menyatukan umpatan dan tawa.
  • PC lawas yang berisik namun setia: performa pas-pasan yang justru melahirkan strategi hemat risiko—bertahan rapat, memukul saat pasti.

Etika Kecil: Antara Adil dan Indah

Apakah aliansi tiga ras di satu rumah itu adil? Mungkin tidak—setidaknya bagi pemain yang kebetulan masuk ke peta kami. Namun di situlah seni sebuah House Alliance: bukan untuk pamer, melainkan untuk merayakan kebersamaan, logika, dan sedikit kenakalan yang membuat malam panjang menjadi hangat. Kami belajar lebih dari sekadar build order—kami belajar membaca ritme, saling menutup celah, dan mengeksekusi tanpa perlu banyak bicara.

1999: Tahun Pembantaian yang Puitik

1999 bukan sekadar tahun rilis Brood War di kalender kami; itu adalah tahun pembantaian yang puitik. Setiap kemenangan diwarnai deru kipas, tiupan modem, dan secangkir minuman hangat yang hampir tumpah saat rush datang lebih cepat dari dugaan. Ketika lawan akhirnya mengetik “gg”, kami menatap satu sama lain dan tertawa kecil—bukan karena kemenangan besar, melainkan karena koalisi kecil kami kembali bekerja sebagaimana mestinya.

Epilog: Di Balik Koaksial

Behind every coaxial cable, there’s a massacre waiting to happen. Di balik kabel koaksial itu ada cerita—tentang ayah yang tekun, kakak yang liar, dan anak yang suka keindahan simetris strategi. Jika ada yang bertanya mengapa kenangan Brood War tetap terasa segar, jawabannya sederhana: karena di rumah itulah kami belajar bahwa aliansi terbaik kadang lahir bukan dari kesamaan ras, melainkan dari keberanian untuk merayakan perbedaan, lalu menembakkan semuanya ke arah yang sama.

1999, The Year of the Family Massacre on Battle.net.

Sunday, December 12, 1999

Era Internet Awal: Telnet, BBS, dan Yahoo Messenger

Saat modem 2400 bps jadi pintu gerbang ke dunia

Akhir 90-an, suara modem dial-up menjadi musik pengantar tidur. Bunyi “krreeek... kriiit... duuuiiing” menandakan komputer berhasil terhubung ke dunia luar. Bagi kami, itu bukan sekadar koneksi, melainkan mukjizat: layar DOS bisa tiba-tiba menampilkan pesan dari orang yang tak pernah kami temui.

📡 Telnet: Jendela Pertama

Telnet adalah pintu masuk. Dengan mengetik telnet bbs.example.net, kami bisa terhubung ke server jauh. Di layar hitam-putih, muncul teks berisi menu, buletin, hingga forum diskusi. Inilah BBS (Bulletin Board System) — papan pengumuman digital tempat para pionir internet berkumpul.

📰 Buletin Digital

BBS menyediakan segalanya: artikel, shareware, hingga forum curhat. BBC News versi teks, buletin kampus, hingga komunitas lokal semua bisa diakses lewat telnet. Di era sebelum browser grafis, inilah “internet” versi kami: sederhana, cepat, tapi penuh makna.

💬 Chat Awal: IRC & mIRC

Tidak lama kemudian, Internet Relay Chat (IRC) muncul. Dengan mIRC di Windows 95, kami bisa ngobrol real-time dengan orang dari seluruh dunia. Channel #indonesia penuh dengan diskusi mahasiswa, teknisi, bahkan relawan. Dari sini lahir budaya chatting online yang kelak berkembang ke messenger modern.

💌 Yahoo Messenger: Cinta Pertama Digital

Sebelum WhatsApp dan Telegram, Yahoo Messenger adalah raja. Status “online” jadi simbol kehadiran, emotikon kuning jadi bahasa universal, dan bagi sebagian dari kami, Yahoo Messenger bahkan menjadi tempat bertemu pasangan hidup. Dunia digital perlahan bergeser dari teks teknis ke interaksi personal.


😏 Humor Bear:
Masuk BBS pakai telnet itu kayak ngantri di wartel digital.
Begitu ketemu Yahoo Messenger? Rasanya seperti nemu kafe tempat nongkrong anak kampus 🤭.


✨ Penutup

Era Internet Awal adalah masa di mana komputer tidak lagi berdiri sendiri, tetapi mulai berjejaring. Dari Telnet ke BBS, dari IRC ke Yahoo Messenger — semuanya adalah batu loncatan menuju dunia online yang kita kenal sekarang. Setiap bunyi modem adalah janji: di ujung kabel telepon, ada dunia lain yang menunggu.

Thursday, November 11, 1999

Ignorance and faith fit each other like hand and glove

Ignorance and faith fit each other like hand and glove, so;

  • THINK. So you can have a chance of elevating yourself to the level of being an 'individual.'
  • ASK the right questions which will make you search for the right answers.
  • To have the slightest chance of finding the truth revert to REASON.

Any faith in its simple form is pure. Faith should be between the believer and the central character of that 'belief'. But when a human clockwork mechanism is built around the faith for a variety of reasons, a different body enters the stage. This body operates efficiently, relentlessly and ruthlessly. It is called the belief system, which occupies the minds, influences the way we act , and almost dictates the lives of each and everyone of us. It creates debate at best, and misunderstanding and conflict at worst. It costs lives. Of whom? Of its creators and servants. Why do you think they give and take lives? For supremacy and immortality? The choose is your's.

Sunday, October 10, 1999

Boiler Control Fundamentals

When working with balance draft boilers, regardless of the basic process control system or fuel being burned, there are six basic functions that must be controlled: furnace draft, drum level, feed water, fuel, air, and steam temperature.

The basic understanding of boiler operation and control:

  • Boiler Components 
  • Enclosure symbols
  • Draft (control)
  • Drum Level Control
  • 2 and 3 element Feed Water Control
  • Steam Temperature Control
  • Boiler Swell and Shrink

and I&C Engineer should be able to:

  • Describe the boiler components and their function
  • Discuss furnace draft, drum level, feed water, fuel, air, and steam temperature
  • Describe how the systems interact and how to set up the controls
  • Describe "swell" and "shrink"

Thursday, September 9, 1999

Ketika Vendor Bicara Seperti Nabi Digital


Di ruangan ber-AC yang terlalu dingin untuk akal sehat,
datanglah mereka: para utusan dari principal,
berjas hitam dan senyum glossy,
duduk di depan proyektor seperti nabi digital turun dari gunung stack.


“Mari kita bicarakan transformasi,” kata mereka,
dengan slide penuh buzzword yang bersinar lebih terang dari matahari pagi.

"Scalable."
"Future-proof."
"Cost-effective."


Mereka menyebut kata-kata itu seperti mantra,
seolah sistem mereka akan mengalir ke infrastrukturmu
seperti air ke tenggorokan haus proyek pemerintah.
Tidak pernah lupa menambahkan:
“Sudah digunakan oleh Fortune 500.”
(Tapi lupa bilang bahwa separuh dari mereka baru saja migrasi balik ke Excel.)


Engkau yang duduk di seberang,
mengangguk seperti jemaat taat,
membayangkan dunia ideal:
Server stabil, SLA seperti janji suci,
dashboard yang berbicara dalam pelangi ROI.


Tapi wahyu itu retak, selalu, setelah tanda tangan digital diklik.
Karena besoknya datang email dengan subject:
[CRITICAL] System down – investigating
Lalu Slack jadi tempat meratap.
Dan tiket Jira seperti doa yang tak pernah sampai surga.


Mereka bilang hemat biaya,
tapi invoice datang seperti gulungan kitab suci:
lampiran-lampiran add-on tersembunyi,
biaya integrasi yang dibungkus istilah mistik: middleware acceleration license.
Jumlahnya?
Lebih panjang dari kontrak kerjamu yang tiga tahun itu.


Dan ketika kau bertanya,
“Kenapa SLA tidak ditepati?”
Mereka menjawab dengan wajah kudus,
“Itu force majeure... dari pihak ketiga...”
Lalu mengangkat tangan seperti preacher yang sudah selesai khutbah.


Tapi kau tidak bisa protes.
Karena sistemmu sekarang tergantung pada mereka.
Seperti iman pada satu-satunya kitab yang kau tak bisa baca,
karena dokumentasinya...
masih coming soon sejak Q1 tahun lalu.


Dan ketika kamu mengeluh,
mereka hanya tersenyum:
“Versi berikutnya akan jauh lebih stabil.”
Seperti menjanjikan surga setelah kiamat.


Dan begitulah,
vendor-vendor itu terus datang,
menjanjikan wahyu digital,
mengaku pembawa transformasi.
Padahal kita tahu—
yang benar-benar scalable itu cuma invoice.


Tuesday, August 31, 1999

Components and Structure of a Power System

A Power system has three main components:
  • The Generating System
  • The Transmission System
  • The Distribution System
Generating System

The Generating System is the source of the power. The generation can be from generators, solar panels, etc. Power can be generated from different sources such as hydropower, wind turbines, nuclear plants,etc.

Components: Synchronous Generators, induction generators, solar panels, Transmission System

The transmission system transmits the generated power over large distances to the distribution centres such as industries and cities. The distribution areas can be thousands of kilometres away from the generating stations. The voltage is stepped up to high values to minimize the losses using transformers. The power is then transmitted through the power lines to the distribution areas.

Transmission systems can be categorized into

  • Primary Transmission Systems, which transfer power at voltage of 110 kV and above. These lines are hundreds of miles long. They are connected to secondary receiving substations
  • Secondary Tranmission Systems, which receive the power from the primary transmission system send it to the distribution systems. The voltage levels in the secondary transmission systems are about 33kv to 66kV
Components: Transformers, Circuit Breakers, Overhead Transmission Lines, Underground Cables.

Distribution Systems

The distribution system receives power from the transmission system and distributes the power to the individual customers at the required voltage. The industrial supply voltage can be 33kV or 11kV. The domestic supply voltage is 440 or 220V

Components: Transformers, underground and overhead transmission lines.

Tuesday, August 24, 1999

Hari Ini, 24 Agustus 1999: Titik Awal Pena Digital


Hari ini, 24 Agustus 1999, tercatat sebagai titik awal saya menulis di blogspot—sebuah kebiasaan yang sejak mula tak pernah sekadar catatan teknis, tetapi kadang melayang ke ranah techno-mistis, kadang melankolis dengan neo-gothic, bahkan sesekali berubah menjadi liturgi gelap: liturgis-noir.


Pemrogram di Bawah Bayang Layar Hijau

Saya mengawali bukan dengan internet, melainkan dengan instruksi. Dari assembler, BASICA, VB 3.0, hingga pick-basic, semua dijalankan di atas DOS 1.0 pada mesin IBM-5150. Di sanalah dunia pertama kali tampak melalui layar MDA (Monochrome Display Adapter): dunia sepi, sunyi, nyaris tanpa internet. Dunia yang menata dirinya melalui komputer yang pada dasarnya bukan komputer—IBM DisplayWriter, mesin kata yang mencoba menjadi mesin dunia.


Dunia yang Digerakkan Spreadsheet

Sebelum segalanya terhubung oleh jaringan, ada satu alasan sederhana mengapa orang membeli komputer: Lotus 1-2-3. Spreadsheet menjadi liturgi baru, baris dan kolom menjelma altar, dan angka-angka menjadi mantra korporat. Lalu datang Quattro Pro 4 yang menggeser Lotus di ranah DOS, membawa semacam kudeta halus dalam kuil perhitungan.


Dari Edlin hingga DAO

Basis data lahir dari kesederhanaan yang kasar. Edlin menjadi pena tajam; dBASE dan dBASE III Plus menjadi kitab digital; Clipper menjelma inkantasi baru, dan akhirnya DAO (Data Access Objects) menjadi semacam Roh Kudus bagi dunia database awal. Setiap query adalah doa, setiap tabel adalah altar.


Office, Sang Juara di Atas Juara

Ketika Norton Commander masih memimpin dengan dua panel biru yang ikonik, DOSShell dari DR DOS dan Microsoft mencoba ikut bersaing. Namun zaman segera bergeser: Windows 3.10 datang dengan Office 4.3, sang juara yang mengalahkan juara—mengubur Lotus SmartSuite dalam altar kenangan. Dari sana lahir kerajaan Microsoft, yang memahat dunia kerja hingga ke ruang rapat terkecil.


Epilog: Lahirnya Pena Blogspot

Maka 24 Agustus 1999 saya tandai bukan hanya sebagai tanggal, tetapi sebagai ritus peralihan: dari layar hijau MDA ke halaman hitam blogspot. Dari Lotus 1-2-3 ke tulisan yang mencoba menertawakan sejarah. Dari assembler ke liturgi teks. Dari angka ke kata. Dari sepi dunia pra-internet, ke hiruk pikuk digital yang kini tak lagi bisa ditahan.

“Bahkan ketika kita menghitung dengan Lotus, atau menulis dengan edlin, kita sebenarnya sedang membangun altar bagi kata. Dan altar itu, kini, bernama Blogspot.”